Banyak Hasduk Tak Bertuan di Perguruan Tinggi, Mengapa Pramuka Tak Diminati?
Sumber : Film Hasduk Berpola |
Dari sekolah dasar hingga
menengah, seragam coklat Pramuka sering dipakai setiap hari Jumat. Meskipun
tidak semua sekolah berseragam Pramuka di hari itu, setidaknya setiap siswa
memilikinya. Namun, apa yang terjadi di perguruan tinggi? Sepertinya jas
almamater akan lebih familier ketimbang seragam coklat berhasduk itu.
Bukan hal baru, kalau mereka yang
telah lulus sekolah menengah memilih untuk tidak bergabung dengan kegiatan
kepramukaan. Meskipun banyak juga universitas yang memiliki UKM Pramuka, animo
mahasiswa terhadap organisasi berlambang tunas kelapa ini kian lama makin
jarang terlihat. Hasduk-hasduk yang dulunya ikut meramaikan isi mesin cuci
pun, ikut tak bertuan ketika menjadi
mahasiswa.
Pramuka sering dipandang sebelah
mata oleh banyak orang. Sampai-sampai, muncul ungkapan yang sempat viral di
medsos beberapa waktu lalu. Ungkapan itu berbunyi, “Ini belum seberapa dek, jaman kakak dulu disuruh naik turun gunung”dan
ungkapan lain yang kemudian dijadikan lelucon oleh netizen. Ungkapan tersebut
menyiratkan adanya indikasi kekeliruan pola pembinaan yang ada di pangkalan.
Hal ini diperkuat dengan hasil
survei yang dilakukan oleh Puslitbang Kwartir Daerah Jawa Barat pada tahun
2019. Adang D. Bokin, Kapuslitbang Kwarda Jabar menuturkan, berdasarakan
penelitan yang dilakukan selama satu bulan dengan jumlah 57 responden di 30
perguruan tinggi berbeda, terdapat empat kendala besar yang kemudian menjadi
permasalahan berkurangnya minat Pramuka di tingkat perguruan tinggi. Kendala
itu antara lain; 34% kesalahan memahami pola pembinaan, 28% rendahnya minat
mahasiswa, 21% kurangnya dukungan dari perguruan tinggi, dan 17% mengganggu
proses akademik.
Menurut data, kesalahan pola
pembinaan menyumbang angka terbesar yakni 34%. Ini artinya, berkurangnya minat
mahasiswa terhadap Pramuka bukan sekedar masalah eksternal, namun juga masalah
internal dalam pola pembinaan kepramukaan.
Meski menurut UU nomor 12 tahun
2010 tentang Gerakan Pramuka telah jelas disebutkan bahwa keanggotaan Pramuka
sukarela, namun penurunan jumlah peminat di perguruan tinggi tetap menjadi
topik hangat di kalangan aktivis organisasi kepanduan ini.
Selain faktor internal, perubahan
jaman yang kemudian melahirkan kultur “mager”
di kalangan remaja masa kini juga menjadi faktor yang disorot. Kecenderungan
anak muda sekarang lebih memilih untuk mencari kenyamanan daripada mengikuti
kegiatan yang mereka anggap “mempersulit diri”. Meski pada prakteknya,
sebenarnya Pramuka justru mengajarkan kita “bagaimana untuk tidak hidup sulit”
atau “bertahan dalam kondisi yang sulit”.
Baden Powell, Bapak Pramuka
Dunia, telah menuturkan dalam bukunya yang berjudul Scouting for Boys (1908).
Pesan itu berbunyi, “Seorang pandu
tersenyum dan bersiul dalam semua keadaan”. Ucapan yang mengandung makna
tersirat itu, menunjukkan bahwa Pramuka adalah organisasi yang membekali
anggotanya agar memiliki kemampuan bertahan hidup dan tidak gagap menyikapi
sebuah kondisi.
Selain membuat hasduk menganggur,
berkurangnya minat mahasiswa terhadap Pramuka menunjukkan perlu adanya koreksi
internal dalam tubuh organisasi Pramuka. Khususnya dalam pola pembinaan. Munculnya
fenomena anak muda yang cenderung menghindari kegiatan “mempersulit diri”,
perlu disikapi oleh Gerakan Pramuka sebagai salah satu tantangan dalam upaya
revitalisasi organisasi.
Post a Comment